Menjadi orang baik memang bukanlah perkara mudah. Semua orang bisa menjadi orang baik. Namun, apakah semua orang mampu menjalani proses menjadi orang baik secara berkesinambungan/berkelanjutan? Nyatanya, tidak semudah itu tiap orang bisa konsisten menjadi pribadi yang baik hingga akhir hayat hidupnya. Lantas, apa yang membedakan ada pribadi yang konsisten dan ada pribadi yang tidak konsisten dalam melaksanakan kebaikan dalam hidupnya? Mari sedikit kita cermati pola kehidupan ini bersama melalui contoh sederhana di bawah ini.
Menurut pengamatan kasat mata yang terjadi di lingkungan penulis sehari-hari, ada satu hal yang membedakan antara mereka yang berperilaku baik secara konsisten dan berkesinambungan dengan mereka yang tidak dapat konsisten dalam berbuat baik, yaitu, keyakinan. Berbicara soal keyakinan, memang erat kaitannya dengan iman. Karena memang kata iman sendiri jika diartikan adalah percaya/yakin. Apa yang dipercaya? Apa yang diyakini? Yang dipercaya dan diyakini oleh mereka yang berbuat baik secara konsisten adalah balasan dari Tuhannya, Allah SWT.
Keberkahan dan keridhoan Allah SWT yang diberikan kepada setiap keringat dan letih serta usaha dan kerja keras hamba-Nya dalam setiap kegiatan yang dilakukan olehnya sehari-hari tentu merupakan sebuah tujuan hidup manusia yang mulia dan benar. Karena apapun yang manusia rencanakan dengan matang, dilaksanakan dengan sesempurna mungkin, dan hasilnya dirasa cukup, bila tanpa adanya keberkahan dan keridhoan Allah SWT, maka semua itu akan sia-sia belaka. Tidak ada nilainya di mata-Nya.
Lalu, apa tanda-tanda seseorang mendapatkan keberkahan dan keridhoan Allah SWT?
Pertama, kegiatan atau hal-hal yang mereka lakukan tentunya adalah yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Contohnya, dalam adab menegur seseorang.
Menegur adalah cara terbaik mengingatkan seseorang agar menjauhi hal-hal buruk. Namun, menegur tentu saja ada etikanya. Salah satunya adalah jangan menegur orang di hadapan umum. Sebab, alih-alih menyadarkan orang tersebut akan perbuatannya yang salah, kita malah akan membuat malu orang tersebut karena kesalahan yang seharusnya bisa diperbaiki secara diam-diam malah justru diketahui oleh khalayak ramai. Belum lagi, jika yang ditegur menerimanya dengan tidak enak hati karena merasa tersinggung akan teguran itu. Nah, dalam hal ini menegur yang baik harus dilandasi dengan niatan rasa peduli dan rasa sayang, baik diartikan sayang dan peduli terhadap sesama muslim atau sesama umat manusia. Oleh karena itu, adab menegur yang baik adalah hanya ketika dalam kondisi tidak di depan umum agar orang yang hendak ingin ditegur merasa tidak dipermalukan. Dan yang perlu diingat adalah cara menegurnya pun bukan dengan menghakimi. Namun, perlu adanya pemilihan kata-kata yang baik dan bijak yang menjadi pertimbangan atau dengan kata lain, berusaha sebaik mungkin untuk membuat pihak yang ditegur tidak merasa sakit hati menerima teguran kita. Intinya, kita sudah mencoba mengingatkan sesopan mungkin akan tindakannya tersebut.
Yang kedua, jangan berhenti berbuat baik meski respon orang lain tidak sesuai dengan harapanmu. Sebab, kita memiliki kewajiban menegur jika mengetahui adanya keburukan. Dan yang pasti, jangan menunggu menjadi pribadi yang suci baru kita menegur. Mengapa demikian? Karena sejatinya kita tidak akan pernah bisa menjadi Nabi apalagi Rasulullah SAW.
Jika kita sangkut pautkan dengan contoh tindakan menegur tadi, anggaplah kita sudah selesai menegur orang tersebut dengan usaha sebaik mungkin dengan pilihan kata dan kalimat yang sekiranya tidak menyakiti hati pihak yang kita tegur. Namun, bukannya mendapat respon baik atau sekedar ucapan “terima kasih,” kita malah mendapatkan balasan yang tidak mengenakan dari pihak yang kita tegur tadi, seperti, “jangan sok suci menceramahi orang, urus saja hidupmu sendiri!” atau kata-kata serupa lainnya yang tentu saja di luar harapan dan dugaan kita. Nah, pada titik ini, tidak sedikit dari manusia yang merasa bahwa menegur akan suatu kebaikan bukanlah hal yang wajib dilakukan. Padahal, yang perlu digaris bawahi adalah, tugas manusia itu adalah saling mengingatkan pada kebaikan dan menegur apabila ada yang melakukan tindakan yang salah. Perkara respon seseorang ketika ditegur seperti apa, itu memang pada dasarnya menjadi hak tiap individu. Selama penegur sudah sebaik mungkin mempelajari tata krama menegur yang baik dan benar serta menjalankan tugasnya, itu sudah cukup. Sisanya, serahkan kepada Allah SWT, Yang Maha Mengasihi untuk memberikan kelembutan dan hidayah-Nya kepada pihak yang ditegur apabila memang kita menegurnya untuk berbuat baik.
Jadi intinya, berbuat baik wajib hukumnya dilakukan oleh siapapun tanpa memedulikan agama, suku bangsa, negara, gender, dan beragam faktor pembeda lainnya. Sebab sejatinya, kita diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi perawat dan pelindung buminya. Kitalah Khafilah pilihannya sejak dulu kala. Kita yang sempat diragukan penciptaannya oleh para malaikat, harus membuktikan bahwa Allah SWT menciptakan kita atas dasar keyakinan dan kepercayaan bahwa kita sebagai manusia tidak pernah diciptakan untuk keburukan melainkan kebaikan.
Ilmu yang baik adalah yang bermanfaat.
Dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang baik
-Moh. Yogi Putra R.-
Comments